Friday, April 17, 2020

Quarter Life Crisis (Serba Baru)

Setelah ku putuskan dengan berat hati untuk ke kota A dan bekerja. Disinilah ku mulai banyak menyesali apa yang sudah ku putuskan. 
Ku mulai bekerja dan menjalani apa yang ibuku inginkan. Tentu saja awal bekerja ku bersemengat, tipikal manusia ambisius yang ingin bisa banyak hal. Namun perlahan tapi pasti ku menyakini ini pilihan yang tak tepat. Ku mulai merasakan tidak nyaman, lingkungan dan pola pikir manusia yang benar-benar toxic. Tidak sesuai dengan apa yang ku yakini dalam bekerja selama ini. 

Menurut ku disini ku temukan wujud manusia, namun hati dan pikirannya belum jadi manusia dalam jumlah yang banyak. Manusia yang berlindung dibalik manusia-manusia lain demi mengamankan posisinya. Manusia yang merasa ilmu agamanya cukup dekat dengan tuhan namun tak mengerjakan tugasnya dengan tanggung jawab. Manusia yang merasa lebih cerdas dibandingkan yang lain dan merendahkan orang lain. Manusia yang memiliki posisi tinggi namun mengancam yang memiliki posisi leboh rendah. Manusia yang kerjanya marah setiap hari, Manusia yang tidak bisa melihat yang lain lebih maju. Manusia yang tidak mampu menghargai manusia lain. Manusia serakah. Manusia yang gak paham cara hidup bersama manusia yang lain.  Setiap hari ku dihadapi oleh manusia seperti ini, melelahkan... menguras energi... tentu saja. Yang ku rasa semakin lama ku biarkan mental ku yang rusak. 

Ku tak bisa menjalani hidup dipenuhi dengan racun seperti ini. Kalau aku yang tidak jadi racun, aku yang mati teracuni.  Akhirnya ku beranikan diri untuk membahas keinginanku untuk berhenti dari pekerjaan ini dengan ibuku. Jawabannya, Sabar. Setiap kali ku mengatakannya ku selalu mendapatkan jawaban yang sama. Kebodohanku tetap sama, aku masih belum berani untuk membuat ibu kecewa, walau ku tau yang ku korbankan diriku sendiri. Ku mencoba bertahan hidup dengan mengurangi interaksi dengan orang-orang itu, mencoba sabar dan diam, mengurangi kemampuanku bekerja, karena ku rasa percuma ku memiliki kemampuan diatas rata-rata tapi ujung-ujungnya dimanfaatkan untuk kepenting pribadi orang lain.

Aku yang masih terjebak mempertanyakan apa yang ku lakukan, apa yang ku pilih. 


No comments:

Post a Comment